Jacktv.news
Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyoroti sejumlah kesamaan bahasa antara Indonesia dan Selandia Baru. Hal ini ia sampaikan saat memberikan sambutan dalam peringatan Tahun Baru Māori, Matariki, yang digelar di Ayana Midplaza, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Matariki sendiri merupakan perayaan Tahun Baru masyarakat Māori yang ditandai dengan kemunculan kembali gugusan bintang Pleiades di langit pagi Selandia Baru pada musim dingin. Bagi masyarakat Māori, momen ini menjadi waktu refleksi atas masa lalu, perayaan atas masa kini, perencanaan masa depan, serta ajang berkumpul bersama keluarga dan sahabat. “Selamat Hari Raya Māori Matariki,” katanya.
Dalam sambutannya, Mendagri menyampaikan ketertarikannya terhadap kemungkinan adanya kaitan linguistik antara bahasa Māori dan bahasa Indonesia. Ia mencontohkan beberapa kemiripan kata dalam kedua bahasa tersebut. Kata “mata” dalam bahasa Māori, misalnya, memiliki arti yang sama dengan bahasa Indonesia. Meskipun tidak ada kata “riki” dalam bahasa Indonesia, yang ada adalah kata “kiri”. Ia pun menegaskan pentingnya memperhatikan kesamaan ini.
“Apakah ada penelitian tentang hubungan bahasa antara bahasa Indonesia dan Māori? Karena sebenarnya kita memiliki banyak kesamaan kata,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Mendagri juga menyinggung tentang Perjanjian Waitangi yang ditandatangani pada tahun 1840 antara Kerajaan Inggris dan suku Māori. Perjanjian ini menjadi landasan awal pembentukan negara Selandia Baru dan menetapkan hubungan formal antara kedua pihak.
“Inggris tidak dapat mengalahkan Māori sepenuhnya dan sebaliknya. Akibatnya, mereka duduk bersama dan menandatangani Perjanjian Waitangi di utara Auckland,” terangnya.
Ia kemudian mengulas arti kata Waitangi, yang terdiri dari unsur “wai” dan “tangi”. Ia mengaitkan unsur “wai” dengan bahasa daerah di wilayah Sumatera Selatan, khususnya di Lampung, yang juga mengenal kata “way” (secara homofon) sebagai istilah untuk sungai atau air. Contohnya terlihat pada penamaan sungai seperti Way Kambas dan Way Kanan.
“Kita punya banyak bahasa yang sama. Jadi pasti ada hubungan,” tambahnya.
Dalam acara tersebut, Mendagri juga mengenang pengalamannya saat menempuh studi di Selandia Baru pada tahun 1998. Ia menempuh pendidikan di bidang Strategic Studies di Massey University, Auckland, dan menyampaikan kekagumannya atas keindahan alam serta kehidupan masyarakat Selandia Baru yang damai dan multikultural.
“Saya menginjakkan kaki di sana di Auckland, lalu naik kereta api untuk pergi ke kota lain di selatan yang disebut Palmerston North. Saya sangat menikmati pemandangan di sana. Di mana-mana hijau. Ada peternakan sapi, domba. Anda tahu waktu itu, tahun 1998, populasi manusia di Selandia Baru hanya 3,5 juta. Namun jumlah domba lebih dari 70 juta,” ungkapnya.
Berdasarkan pengalamannya, Mendagri menilai Selandia Baru sebagai negara yang meninggalkan kesan mendalam. Ia memuji kualitas pendidikan dan kehidupan di sana yang tinggi, serta tingkat kejahatan dan pengangguran yang tergolong rendah. Bahkan, ia menganggap keindahan alam Selandia Baru melebihi Swiss.
“Saya sangat berterima kasih. Saya menyelesaikan studi di Selandia Baru. Selandia Baru juga masih saling menghormati, multikultural, damai, perpaduan antara keduanya,” pungkasnya.
Perayaan Matariki ini turut dihadiri oleh Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Philip Taula, Duta Besar Selandia Baru untuk ASEAN Joanna Jane Anderson, dan Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn.
Puspen Kemendagri