Jacktv.news

Jakarta, -Anggota Komisi V DPR RI, Tamanuri kembali menyoroti problematika klasik transmigrasi, khususnya terkait status kawasan transmigrasi yang berada di dalam kawasan hutan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Senin 30/6/2025 Senayan Jakarta.

Menurutnya, daerah tersebut telah memiliki pengalaman panjang sejak masa kolonisasi tahun 1904, yang kemudian berkembang melalui program Transmigrasi dan Translok (transmigrasi lokal). Namun, ia menegaskan bahwa masalah-masalah yang timbul sejak masa itu seringkali dibiarkan menguap begitu saja tanpa penyelesaian konkret.

“Di daerah Lampung, itu berpengalaman dari kolonisasi 1904, naik transmigrasi naik Translok. Jadi yang dulu 1904 ini, itu kalau ada masalah hilang secara sendiri, ditelan bumi, bukan mau selesai,” tegas Tamanuri.

Pernyataan ini menyoroti bagaimana sejarah kelam penanganan transmigrasi tidak hanya sebatas program pemindahan penduduk, namun juga penuh dengan ketidakpastian hukum atas tanah dan fasilitas dasar kehidupan masyarakat.

Politisi Partai NasDem dari Daerah Pemilihan Lampung II ini menyampaikan kritik tajam terhadap pemerintah yang dinilai kurang serius menyelesaikan persoalan transmigrasi, terutama yang menyangkut kawasan hutan.

“Mereka itu sudah berjuang, tapi tidak pernah diladeni. Kita dulu bawa data-data segerobak juga tidak diperhatikan,” ujar Tamanuri.

Kritik ini menunjukkan bahwa berbagai aspirasi masyarakat transmigran dan bukti-bukti pendukung sudah pernah diajukan ke kementerian terkait, namun tidak mendapatkan respons berarti. Tamanuri menegaskan bahwa saat ini adalah momen yang tepat bagi Kementerian Transmigrasi untuk benar-benar hadir secara konkret.

“Jangan menghilangkan masalah dengan membiarkannya. Jangan dibiarkan tanpa kepedulian, mau mati-mati hidup-hidup. Nah ini tidak boleh lagi, Pak Menteri,” tegasnya.

Tamanuri mendorong agar Kementerian Transmigrasi memiliki kebijakan terstruktur dan jelas dalam menangani kawasan transmigrasi yang masuk dalam kawasan hutan. Ia menyebut pentingnya penyusunan Daftar Penerima Obyek (DPO) yang harus disiapkan sebelum program transmigrasi dijalankan, agar tidak terjadi persoalan hukum di kemudian hari.

“Kalau Kementerian mengirimkan transmigrasi, DPO harus ada. Jalan-jalan bagus, jembatan harus ada. Jangan sampai transmigrasi dikirim lalu ditinggalkan tanpa fasilitas,” ujarnya.

Menurutnya, keberadaan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan adalah fondasi yang mutlak untuk menunjang kehidupan dan perekonomian para transmigran. Tanpa fasilitas umum yang memadai, maka program transmigrasi hanya akan menjadi jebakan kemiskinan baru di kawasan hutan.

Mengakhiri pernyataannya, Tamanuri menekankan bahwa daerah seperti Lampung tak mungkin bisa berkembang seperti sekarang tanpa kehadiran program transmigrasi dan Translok. Ia menyebut bahwa keberhasilan tersebut tidak lepas dari kontribusi besar warga transmigran. Oleh karena itu, “Rencana Tuntas” sebagai program penyelesaian persoalan transmigrasi harus benar-benar diwujudkan.

“Sekali lagi, Rencana Tuntas ini bisa berjalan baik. Jadi rintisan ini,” pungkas Tamanuri.

Poin-poin Tuntutan Tamanuri kepada Pemerintah:
1. Status hukum lahan transmigrasi yang berada di kawasan hutan harus segera dituntaskan.

2. DPO (Daftar Penerima Obyek) transmigrasi harus jelas dan wajib disiapkan sebelum penempatan warga.

3. Penyediaan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan harus menjadi prioritas.

4. Kepedulian nyata dari pemerintah pusat, bukan sekadar formalitas program.

5. Rencana Tuntas sebagai solusi menyeluruh transmigrasi harus dijalankan secara konsisten dan berpihak pada rakyat.

(Red)

Reporter: Jakarta